Kamis, 11 Desember 2014

Ketua BPP GAPENSI, H. Iskandar Z. Hartawi Meminta Pemerintah Membuat Bank Konstruksi


Ketua Umum Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Iskandar Hartawi meminta pemerintah membantu permodalan jasa konstruksi swasta. Karena itu, Gapensi mendorong pemerintah membentuk bank konstruksi sebagai sumber pendanaan jasa konstruksi. "Kami berharap pemerintah membentuk bank konstruksi, supaya dapat memberikan akses permodalan secara cepat, mudah, dan murah," katanya di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa, 9 Desember 2014.

Menurut dia, pengusaha jasa konstruksi kesulitan bersaing karena kekurangan modal. Selain meminta penyediaan bank konstruksi, Gapensi juga mendorong pemerintah segera memperbaiki regulasi jasa konstruksi yang jelas. "Regulasi yang bisa mengatur dengan selaras dan terpadu, sehingga ada harmonisasi regulasi jasa konstruksi," ujar Iskandar.

Iskandar menuturkan perbaikan regulasi juga harus diutamakan. Pengusaha konstruksi, kata dia, sering menghadapi berbagai macam permasalahan akibat ketidakjelasan regulasi. "Gapensi membutuhkan pemerintah agar pelaku usaha mendapatkan perlindungan hukum sesuai dengan amanat Undang-Undang tentang Jaksa Konstruksi." 

Perbaikan regulasi juga perlu disegerakan menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN mulai 2015. Pada momentum itu, kata Iskandar, jasa konstruksi memiliki peranan penting dalam pembangunan secara menyeluruh.


Hari ini, Gapensi menggelar rapat pimpinan nasional dengan menghadirkan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Pada pertemuan tersebut, Gapensi menandatangani nota kesepahaman yang mengatur perusahaan konstruksi BUMN tidak mengerjakan proyek senilai Rp 30 miliar ke bawah. Jadi, pengerjaan proyek konstruksi dengan nilai tersebut akan diserahkan kepada pihak swasta. (Rw Gie)

SOSIALISASI KEMENPUPERA KEBIJAKAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI MENUJU MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015

Tantangan pelaksanaan pembangunan infrastruktur ke depan akan semakin berat dan kompleks di tengah-tengah dinamika masyarakat yang semakin kritis dan menuntut pelayanan yang lebih baik dari pemerintah. Selain itu, tekanan global yang menuntut terbukanya pasar domestik bagi pemain asing menuntut kesiapan kita untuk menyongsongnya. Demikian disampaikan Sekretaris Badan Pembinaan Konstruksi, Panani Kesai, yang mewakili Kepala Badan Pembinaan Konstruksi untuk membuka Pertemuan Tim Pembina Jasa Konstruksi Daerah di Ruang Serbaguna Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diselenggarakan hari ini (09/12) dengan mengangkat tema “Sosialisasi Kebijakan Pembinaan Jasa Konstruksi Menuju Masyarakat Ekonomi Asean 2015”. “Menghadapi kondisi demikian, kita sebagai pemangku kepentingan dalam sektor konstruksi, perlu melakukan peningkatan pemahaman dan konsolidasi dalam pembinaan jasa konstruksi guna mendukung pembangunan nasional dalam era pasar bebas regional”, sambung Panani.
Lebih lanjut, Panani mengungkapkan, kebijakan peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, seperti yang tertuang dalam Nawacita, pada hakekatnya merupakan upaya Pemerintah untuk meningkatkan kinerja infrastruktur nasional. Kinerja infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global. Dengan demikian, tantangan pembangunan infrastruktur ke depan adalah bagaimana meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur agar dapat bersaing dengan pelaku usaha asing.
“Dalam waktu setahun lagi sektor konstruksi akan memasuki arena persaingan usaha yang terbuka. Pada akhir tahun 2015, kita harus bersiap diri untuk menyongsong perdagangan bebas ASEAN atau biasa disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN. Konsekuensi dari diberlakukannya MEA ini adalah hilangnya hambatan tariff/ non-tarif, terbukanya akses pasar dan perlakuan non-diskriminasi aliran jasa dan investasi serta mobilitas tenaga kerja yang lebih bebas”, lanjutnya.
Meski demikian, Panani menuturkan, “pasar tunggal ASEAN hendaknya tidak dipandang sebagai ancaman masuknya pelaku usaha dari negara anggota ASEAN lainnya ke Indonesia, namun harus dapat dimanfaatkan sebagai peluang bagi pelaku usaha Indonesia untuk memperluas penetrasi pasar ke negara-negara ASEAN tersebut.”
Tahun ini nilai pasar konstruksi Indonesia menyamai pasar konstruksi Korea Selatan, bahkan Indonesia diprediksi akan menjadi pasar perumahan ketiga terbesar di dunia. Artinya Indonesia disamping merupakan pasar potensial, tetapi juga mampu berperan sebagai basis produksi sektor konstruksi di Kawasan ASEAN. Sejauh ini, beberapa Badan Usaha Jasa Konstruksi Nasional telah memiliki pengalaman dan berhasil melaksanakan pekerjaan konstruksi di berbagai negara ASEAN, seperti di Brunei Darrussalam, Filipina, Malaysia dan saat ini di Myanmar dan Timor Leste.
Sebagai Pembina pada Sektor Jasa Konstruksi Panani menghimbau para pelaku konstruksi agar tidak khawatir secara berlebihan, namun juga juga harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Oleh karena itu kita perlu melakukan percepatan pelatihan sumber daya manusia konstruksi, penguasaan teknologi, harmonisasi regulasi, penguatan struktur usaha, meet-match industri konstruksi, kerjasama regional konstruksi dan lain sebagainya. Dengan demikian setiap stakeholders jasa konstruksi dapat menyikapi terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir Tahun 2015 secara proporsional. (mu)(rw gie)