Jumat, 18 September 2015

Industri Konstruksi Nasional Harus Menjadi Tuan Rumah Pasar Konstruksi Indonesia

Daya saing konstruksi nasional sangat tergantung pada penguasaan aksesibilitas dan peningkatan kapasitas sumberdaya konstruksi. Untuk memenangi persaingan pasar ASEAN pasca 2015 dibutuhkan industri konstruksi domestik yang unggul dan mandiri serta berdaya saing tinggi. “Ïni adalah persyaratan wajib yang tidak bisa  ditawar lagi. Terlebih bila ingin menjadi tuan di pasar konstruksi domestik, maka daya saing harus terus ditingkatkan,” jelas Sekretaris Ditjen Bina Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Panani Kesai dalam acara Dialog dalam rangka promosi pameran BAUMA 2016 yang digagas Perkumpulan Ekonomi Indonesia – Jerman atau Ekonid, hari ini di Jakarta (10\9). Ekonid sendiri berencana akan menggelar pameran akbar “BAUMA 2016” pada 11 – 17 April tahun 2016 yang merupakan pameran internasional terbesar untuk industry konstruksi dan pertambangan.
Kementerian PUPR tahun ini mendapat alokasi dana sebesar Rp 118 triliun. Ini menjadi bukti bahwa pemerintah telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam mewujudkan pembangunan infrastruktur dalam upaya menunjang sektor lain agar semakin tumbuh dan berkembang. Terkait hal tersebut, dukungan penyelenggaraan konstruksi alat berat dirasakan sangat penting dalam mendukung terlaksananya penyelenggaraan konstruksi.
Perlu diketahui, kualitas dan produktifitas pelaksanaan pekerjaan konstruksi sangat bergantung pada dukungan alat berat yang digunakan. Penggunaan alat berat bukan hanya sekedar sebagai alat bantu melainkan untuk memudahkan manusia dalam mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan, serta untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, produktifitas dan percepatan waktu pelaksanaan konstruksi.
Hasil gambar untuk konstruksiDari pengamatan kami, Investasi alat berat relative mahal. Disatu sisi, 99% Komposisi kontraktor nasional masuk dalam kelompok klasifikasi Kecil dan Menengah, sehingga sulit pengadaan alat berat, Sejalan dengan itu, perlu dukungan Pemerintah dalam hal skema pembiayaan yang kompetitif sehingga mendorong terwujudnya bisnis leasing dan penyewaan alat berat yang berkelanjutan.
“Isu yang menjadi perhatian Pemerintah saat ini adalah belum adanya informasi yang akurat antara kebutuhan (demand) dan ketersediaan (supply) alat berat. Kami bekerjasama dengan LPJKN dan APPAKSI tengah berupaya menginisiasi untuk melakukan Registrasi Alat Berat Konstruksi pada Badan Usaha Jasa Konstruksi, Rental / Sewa, dan Kepemilikan Perseorangan,”Panani.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional sangat tergantung dengan ketersediaan  infrastruktur yang memadai. Oleh karena itu komitmen pemerintah ke depan sangat dibutuhkan khususnya dalam memprioritaskan pendanaan sektor konstruksi. Pasalnya, sektor ini adalah sektor strategis yang terbukti mampu memberikan kontribusi cukup signifikan (9,9 %) terhadap PDB nasional dengan tingkat pertumbuhan sebesar hampir 7% (9,88%) pada tahun 2014.
“Mengingat sektor konstruksi sangat strategis. Maka Pemerintah meng-alokasikan dana investasi 5,452 Triliun hingga tahun 2019. Dan pembangunan infrastruktur dijadikan  prioritas dalam program pembangunan nasional,” tutur Sekretaris Ditjen Bina Konstruksi,

Dikatakan, pemerintah menyadari pembangunan infrastruktur harus menjadi prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Dan sebagai komitmen dalam RPJMN 2015-2019 pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp. 5.452 triliun. Dana sebesar itu dirasakan belum memadai mengingat pasar konstruksi nasional setiap tahun terus meningkat, seiring dengan percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur.(sony) (rw by Gie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar