Senin, 06 Februari 2012

DPR Mulai Bahas Revisi UU Jasa Konstruksi

Komisi V DPR RI bersama dengan unsur pemerintah dan non-pemerintah mulai membahas revisi UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP), kemarin (19/1) di Jakarta. Hadir dalam rapat tersebut, Kepala Badan Pembinaan (BP) Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Bambang Goeritno didampingi jajaran, serta perwakilan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Badan Arbritase Nasional (BANI),  dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Dalam RDP tersebut, Kepala BP Konstruksi menjelaskan bahwa dari pelaksanaan UU Jasa Konstruksi yang sudah mencapai 10 tahun, ada berbagai hal yang menjadi catatan dalam evaluasi sehingga membuat revisi UU tersebut semakin terasa urgen. Misalnya, arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi belum jelas dan belum dilengkapi dengan perangkat evaluasi yang terstruktur.

“Sertifikasi menjadi isu sentral, prosesnya masih beragam, dan belum menjadi quality assurance dalam perwujudan struktur usaha yang diharapkan. Jenis pekerjaan (Arsitektur, Sipil, Mekanikal, Elektikal, dan Tata Lingkungan/ASMET) tidak kompatibel dengan lapangan usaha nasional maupun internasional,” tambahnya.

Permasalahan lainnya, lanjut Bambang, adalah peraturan yang ada belum konsisten dan penegakannya belum persisten. Belum ada pula standar kontrak yang menjamin kesetaraan pengguna jasa dan penyedia jasa. Selain itu, dana pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi masih menjadi kendala. Serta, peran pemerintah dalam tata kelola jasa konstruksi masih menghadapi hambatan, misalnya mengawasi proyek-proyek non APBN/APBD.

“Ketatalembagaan LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) juga belum mencerminkan tugas pengembangan jasa konstruksi. Forum masyarakat jasa konstruksi belum efektif. Pengembangan jasa konstruksi masih memerlukan kepemimpinan pemerintah. Serta, norma pengadaan jasa konstruksi kaku dan sempit, sehingga tidak realistis bagi penyelenggara konstruksi swasta,” katanya.

Kondisi tersebut, jelas Kepala BP Konstruksi, berhubungan erat dengan beberapa isu strategis, baik yang sifatnya eksternal maupun internal. Misalnya, adanya perubahan kebijakan nasional (regulasi) yang terkait jasa konstruksi (UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) serta implentasi liberalisasi perdagangan jasa konstruksi (impor maupun ekspor).

Isu strategis lainnya adalah kualitas pengaturan dan UU Jasa Konstruksi yang kurang memadai, serta pengaturan dalam UU tersebut tidak mampu lagi merespon perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, kata Bambang, pihaknya akan mengusulkan 12 substansi usulan revisi UU, di antaranya mengenai rekonstruksi paradigma, restrukturisasi lingkup pengaturan, redefinisi jasa konstruksi, fleksibilitas pengaturan transaksi jasa konstruksi, hingga persoalan penegasan pembiayaan pengembangan jasa konstruksi.

“(Revisi) ini harus mengarah pada terciptanya kenyamanan lingkungan terbangun, menuju tata kelola sektor konstruksi yang baik, menuju konstruksi berkelanjutan, menuju konstruksi bernilai tambah. Selain itu, perubahan UU ini harus mampu menjawab dengan kualitas pengaturan yang memadai, dan harus mampu merespon perkembangan yang terjadi,” ujar Bambang.

Dijelaskannya, yang menjadi tujuan pengaturan penyelenggaraan konstruksi pada UU Jasa Konstruksi yang akan direvisi ini adalah, diharapkan para pelaku konstruksi memiliki kapasitas, kompetensi, dan daya saing, sehingga para pelaku tersebut mampu memproses konstruksi yang efisien, produktif, kreatif, inovatif, berkeadilan, dan menghasilkan konstruksi berkualitas bermanfaat dan berkelanjutan. “Konstruksi bukan hanya pada proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan namun lebih jauh lagi dari itu. Selain proses perencanaan, terdapat proses perancangan, pelaksanaan, operasi, pemeliharaan, rehabilitasi, pembongkaran, dan pengkajian,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Mulyadi selaku pimpinan RDP mengatakan, revisi UU Jasa Konstruksi merupakan inisiatif DPR, dalam rangka menunjang kemajuan di bidang jasa konstruksi. “UU ini ditargetkan selesai tahun 2012 ini. Ke depan, dalam UU ini juga akan kita atur sehingga peran BP Konstruksi bisa lebih ditingkatkan. Selain itu, akan kita atur juga soal sertifikasi dan penyesuaian jenis pekerjaan dengan standar internasional,” ujarnya.

Anggota Komisi V DPR RI lainnya, Ali Wongso, mengingatkan bahwa sektor jasa konstruksi Indonesia sudah tertinggal dengan negara-negara lain, bahkan negara tetangga, sehingga perlu secepatnya dilakukan pembenahan. “Sistem jasa konstruksinya harus dilihat lagi, apakah ada yang salah. Kita harus ingat bahwa visi kita adalah membangun konstruksi yang kuat dan kompetitif di tingkat regional dan internasional untuk mendukung pertumbuhan infrastruktur,” katanya.(pu.go.id/gie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar