Jumat, 17 Februari 2012

Inpres nomor 17 tahun 2012

Inpres ini resminya bernama Inpres nomor 17 tahun 2012 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012. Salah satu poin yang terkait dengan e-procurement adalah target penerapan e-procurement sebesar 75% anggaran di Kementerian/Lembaga/Institusi lain serta 40% di Daerah. Dari situlah kami menyebutnya Inpres 75-40.
Masuknya target e-procurement pada inpres merupakan salah satu bukti bahwa kita semua, penyelenggara LPSE seindonesia, dapat meyakinkan para pimpinan bahwa Indonesia dapat menyelenggarakan e-procurement.  Nilai paket 53 trilyun yang dilelang selama 2011 merupakan bukti keberhasilan tersebut. Ini semua merupakan hasil kerja keras tim LKPP serta semua pengelola LPSE seluruh indonesia.
Nah, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengukur 75% dan 40% tersebut? Angka 75% artinya 75 dari 100. Lha seratus persennya dari mana? Berbagai pendapat muncul tentang ‘penyebut’ dari 75/100. Pendapat tersebut antara lain:
  1. Dari paket yang diumumkan pada Rencana Umum Pengadaan (RUP)
  2. Dari belanja barang dan jasa (baik yang dilelang, swakelola, dan penunjukan langsung)
  3. Dari data RKA KL
Yang menjadi masalah adalah bagaimana mendapatkan ketiga jenis data tersebut. Sistem RUP belum tersedia. Data dari RKA KL mungkin cukup valid namun cukup sulit untuk mendapatkan data tersebut dari setiap instansi. Untuk pemda, jauh lebih sulit lagi karena jumlahnya banyak dan distribusi yang sangat tersebar.
Data yang paling mudah didapat adalah data dari Inaproc. Di sana telah ada lelang yang e-proc dan non eproc. Artinya, total lelang (eproc dan non eproc) menjadi penyebutnya.  Data ini cukup akurat dengan asumsi semua instansi mengumumkan lelang di Inaproc. Namun demikian, metode ini tidak dapat memonitor prosentase lelang tiap bulan karena tidak ada acuan ‘100′ tadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar